Kamis, 05 November 2009

Artikel

BNG, Si Jago Peralatan Musik
Kamis, 13 Mei 2004
Oleh : Yuyun Manopol/Farida Nawang Nurini
Seperti gerbong yang ikut bergerak. Begitulah perumpamaan bisnis peralatan musik. Seiring perkembangan dunia musik yang kian bergairah (dan pandangan bahwa musik bisa menjadi sumber penghidupan), nasib bisnis peralatan musik pun -- baik penjualan maupun penyewaan -- semakin terdongkrak.

Hal itu, setidaknya terlihat dari bertambahnya pemain yang serius menggeluti bisnis ini. Bila ditelisik mendalam, sepuluh tahun lalu, hanya ada tiga pemain besar yang membidangi penjualan alat-alat musik, yaitu: PT Bahana Nada Gemilang (BNG Sound Equipment & Musical Instrument atau biasa disebut BNG), Yamaha, dan Citra Intirama. Kini, jumlah itu terus membesar sekalipun tidak mengalami pertumbuhan yang fantastis. Tercatat, muncul nama?nama yang cukup meramaikan panggung bisnis peralatan musik seperti Santika dan Maharupa Gatra (MG Sport & Music).

Dari sejumlah pemain yang ada di bisnis ini, BNG boleh dibilang salah satu jagoan yang cukup disegani. Hampir semua alat musik, termasuk sound system, dididstribusikan olehnya. "Kami fokus ke alat-alat musik (life instrument), seperti (yang digunakan) sebuah band. Dan baru saja menjajaki alat musik untuk marching band atau brass instrument," ujar Imron R. Wahjoepramono, Deputi Direktur I BNG. Tak heran, mulai dari gitar, bass, keyboard listrik, drum, perkusi sampai piano akustik ada di sini.

BNG tercatat sebagai salah satu pemain yang sukses. Tilik saja, dilihat dari coverage-nya, perusahaan itu kini telah memiliki 150 jaringan dealer di seluruh Indonesia. Bahkan sejak dua tahun lalu, tiga retail store di Jakarta telah didirikan: di Kelapa Gading, Arteri Pondok Indah, dan Pinangsia. Retail store ini dikibarkan dengan bendera Planet Music.

Itu baru tampilan fisik. Yang membuat manajemen BNG cukup bangga, pertumbuhan pendapatan perusahaannya berada di kisaran 15%-20%/tahun. Memang, ini menurun ketimbang sebelum krisis 1997 yang berada di atas 20%-an. Akan tetapi, mengingat situasi ekonomi dalam negeri yang masih terus bergoyang, 15%-20% bukan prestasi buruk.

Melihat ke belakang, keberhasilan BNG saat ini (dan prakrisis), boleh dikata tidak terbayangkan sebelumnya. Maklum, perusahaan yang didirikan pada 1983 ini, tadinya hanyalah perusahaan penyewaan sound system. Baru dua tahun kemudian (1985), BNG berkembang menjadi distributor dan ditunjuk menjadi distributor tunggal merek-merek tertentu setelah sejumlah prinsipal melihat positifnya kinerja BNG.

Pada awal usahanya, BNG cuma mendistribusikan dua merek. Pertama, Studi Master, produk mixer buatan Inggris yang dibutuhkan perusahaan recording. Kedua, Shure Microphone dari Amerika Serikat. Belakangan, merek yang ditangani berkembang menjadi 20 merek. Salah satu yang terkenal adalah Korg.

Menurut Imron, merek yang dipegang BNG tergolong yang punya nama. "Kecuali satu merek dari Cina yang dipasarkan sendiri, yang kami beri nama Audio Control,? katanya. Dijelaskan Imron, produk dari Cina ini lebih menyasar pasar masyarakat-bawah. Di Negeri Tirai Bambu itu sendiri, industri musik boleh dikata berkembang amat pesat. Hampir semua alat musik di dunia diproduksi di tanah para jagoan Kung Fu itu. Dan karena banyak yang menggunakan sistem atau pola ?tukang jahit?, alat-alat musik yang dibuat di Cina itu keluar tanpa merek. "Kami bisa minta beberapa tipe peralatan musik. Selanjutnya, kami yang mengemas strategi pemasarannya di Indonesia," Imron mengungkapkan.

Dari semua mereka yang dipasarkan, saat ini produk yang paling laku dijual BNG adalah keyboard Korg. Sebelumnya, harganya berkisar di angka Rp 16-35 juta. Namun kini, Korg menawarkan tipe tertentu yang harganya hanya bertengger di angka Rp 7 juta. "Permintaan tipe ini sangat tinggi. Kami sangat kewalahan," ujar Imron.

Bila dibedah, keberhasilan BNG tak terlepas dari strategi pemasaran yang dilakukan. Menurut Imron, dalam memasarkan produknya, BNG tak menekankan komunikasi melalui iklan melainkan fokus pada pendengaran konsumen. Di sini, ada dua cara yang ditempuh. Pertama, demo klinik. Lewat metode ini, BNG mengadakan show, lalu mengundang artis dan konsumen.

Sekarang, BNG merupakan pelopor endorsing artis dengan cara seperti ini. BNG memberi alat musik kepada sejumlah artis nasional yang sedang beken di tiap instrumen, seperti drum, keyboard ataupun bass. Selanjutnya, para artis itu dikontrak untuk jangka waktu tertentu. Isi salah satu klausul kontrak: selama masa kontrak, setiap kali para artis itu tur atau tampil, mereka harus memakai merek milik BNG. Lalu, setelah jangka masa kontrak habis, alat musik tadi menjadi milik yang bersangkutan.

Itu cara pemasaran yang pertama. Jalur kedua adalah masuk televisi. Caranya, dengan mendukung salah satu acara TV, misalnya Gebyar BCA yang berlangsung sejak lima tahun lalu. Bentuk kerja samanya, disebutkan Imron, semua alat musik acara Gebyar BCA didukung BNG. Kemudian, seperti halnya cara pemasaran yang pertama, alat-alat musik tersebut akan dihibahkan berdasarkan masa terminasi kontrak yang telah disepakati. Biasanya, lanjut Imron, untuk merealisasi aktivitas ini BNG membutuhkan investasi sekitar Rp 200 juta. Adapun rata-rata masa kontrak 2-3 tahun.

"Kami memang harus membuat acara seperti ini, karena di sana eksposenya paling besar. Orang bisa aware dibanding melalui iklan," papar Imron membeberkan alasan ditempuhnya strategi pemasaran di atas. Dan kalau bicara harapan meningkatkan awareness, hasilnya boleh dibilang positif. BNG sendiri, sambung Imron, pernah melakukan survei pada beberapa pengguna musik. Hasilnya? Ternyata mereka memang banyak tahu BNG dari acara tersebut.

Sekarang, di samping menjalin kemitraan dengan Indosiar, BNG juga juga bekerja sama dengan stasiun TV lain, seperti TransTV. Bahkan, demi meluaskan pasar, kerja sama dengan SCTV tengah dijajaki. Hal ini perlu dilakukan karena seperti halnya kue yang terus terasa manis, BNG betul-betul mesti aktif di industri ini bila tak ingin kuenya disikat orang.


URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&;id=360

Seperti gerbong yang ikut bergerak. Begitulah perumpamaan bisnis peralatan musik. Seiring perkembangan dunia musik yang kian bergairah (dan pandangan bahwa musik bisa menjadi sumber penghidupan), nasib bisnis peralatan musik pun -- baik penjualan maupun penyewaan -- semakin terdongkrak.

Hal itu, setidaknya terlihat dari bertambahnya pemain yang serius menggeluti bisnis ini. Bila ditelisik mendalam, sepuluh tahun lalu, hanya ada tiga pemain besar yang membidangi penjualan alat-alat musik, yaitu: PT Bahana Nada Gemilang (BNG Sound Equipment & Musical Instrument atau biasa disebut BNG), Yamaha, dan Citra Intirama. Kini, jumlah itu terus membesar sekalipun tidak mengalami pertumbuhan yang fantastis. Tercatat, muncul nama?nama yang cukup meramaikan panggung bisnis peralatan musik seperti Santika dan Maharupa Gatra (MG Sport & Music).

Dari sejumlah pemain yang ada di bisnis ini, BNG boleh dibilang salah satu jagoan yang cukup disegani. Hampir semua alat musik, termasuk sound system, dididstribusikan olehnya. "Kami fokus ke alat-alat musik (life instrument), seperti (yang digunakan) sebuah band. Dan baru saja menjajaki alat musik untuk marching band atau brass instrument," ujar Imron R. Wahjoepramono, Deputi Direktur I BNG. Tak heran, mulai dari gitar, bass, keyboard listrik, drum, perkusi sampai piano akustik ada di sini.

BNG tercatat sebagai salah satu pemain yang sukses. Tilik saja, dilihat dari coverage-nya, perusahaan itu kini telah memiliki 150 jaringan dealer di seluruh Indonesia. Bahkan sejak dua tahun lalu, tiga retail store di Jakarta telah didirikan: di Kelapa Gading, Arteri Pondok Indah, dan Pinangsia. Retail store ini dikibarkan dengan bendera Planet Music.

Itu baru tampilan fisik. Yang membuat manajemen BNG cukup bangga, pertumbuhan pendapatan perusahaannya berada di kisaran 15%-20%/tahun. Memang, ini menurun ketimbang sebelum krisis 1997 yang berada di atas 20%-an. Akan tetapi, mengingat situasi ekonomi dalam negeri yang masih terus bergoyang, 15%-20% bukan prestasi buruk.

Melihat ke belakang, keberhasilan BNG saat ini (dan prakrisis), boleh dikata tidak terbayangkan sebelumnya. Maklum, perusahaan yang didirikan pada 1983 ini, tadinya hanyalah perusahaan penyewaan sound system. Baru dua tahun kemudian (1985), BNG berkembang menjadi distributor dan ditunjuk menjadi distributor tunggal merek-merek tertentu setelah sejumlah prinsipal melihat positifnya kinerja BNG.

Pada awal usahanya, BNG cuma mendistribusikan dua merek. Pertama, Studi Master, produk mixer buatan Inggris yang dibutuhkan perusahaan recording. Kedua, Shure Microphone dari Amerika Serikat. Belakangan, merek yang ditangani berkembang menjadi 20 merek. Salah satu yang terkenal adalah Korg.

Menurut Imron, merek yang dipegang BNG tergolong yang punya nama. "Kecuali satu merek dari Cina yang dipasarkan sendiri, yang kami beri nama Audio Control,? katanya. Dijelaskan Imron, produk dari Cina ini lebih menyasar pasar masyarakat-bawah. Di Negeri Tirai Bambu itu sendiri, industri musik boleh dikata berkembang amat pesat. Hampir semua alat musik di dunia diproduksi di tanah para jagoan Kung Fu itu. Dan karena banyak yang menggunakan sistem atau pola ?tukang jahit?, alat-alat musik yang dibuat di Cina itu keluar tanpa merek. "Kami bisa minta beberapa tipe peralatan musik. Selanjutnya, kami yang mengemas strategi pemasarannya di Indonesia," Imron mengungkapkan.

Dari semua mereka yang dipasarkan, saat ini produk yang paling laku dijual BNG adalah keyboard Korg. Sebelumnya, harganya berkisar di angka Rp 16-35 juta. Namun kini, Korg menawarkan tipe tertentu yang harganya hanya bertengger di angka Rp 7 juta. "Permintaan tipe ini sangat tinggi. Kami sangat kewalahan," ujar Imron.

Bila dibedah, keberhasilan BNG tak terlepas dari strategi pemasaran yang dilakukan. Menurut Imron, dalam memasarkan produknya, BNG tak menekankan komunikasi melalui iklan melainkan fokus pada pendengaran konsumen. Di sini, ada dua cara yang ditempuh. Pertama, demo klinik. Lewat metode ini, BNG mengadakan show, lalu mengundang artis dan konsumen.

Sekarang, BNG merupakan pelopor endorsing artis dengan cara seperti ini. BNG memberi alat musik kepada sejumlah artis nasional yang sedang beken di tiap instrumen, seperti drum, keyboard ataupun bass. Selanjutnya, para artis itu dikontrak untuk jangka waktu tertentu. Isi salah satu klausul kontrak: selama masa kontrak, setiap kali para artis itu tur atau tampil, mereka harus memakai merek milik BNG. Lalu, setelah jangka masa kontrak habis, alat musik tadi menjadi milik yang bersangkutan.

Itu cara pemasaran yang pertama. Jalur kedua adalah masuk televisi. Caranya, dengan mendukung salah satu acara TV, misalnya Gebyar BCA yang berlangsung sejak lima tahun lalu. Bentuk kerja samanya, disebutkan Imron, semua alat musik acara Gebyar BCA didukung BNG. Kemudian, seperti halnya cara pemasaran yang pertama, alat-alat musik tersebut akan dihibahkan berdasarkan masa terminasi kontrak yang telah disepakati. Biasanya, lanjut Imron, untuk merealisasi aktivitas ini BNG membutuhkan investasi sekitar Rp 200 juta. Adapun rata-rata masa kontrak 2-3 tahun.

"Kami memang harus membuat acara seperti ini, karena di sana eksposenya paling besar. Orang bisa aware dibanding melalui iklan," papar Imron membeberkan alasan ditempuhnya strategi pemasaran di atas. Dan kalau bicara harapan meningkatkan awareness, hasilnya boleh dibilang positif. BNG sendiri, sambung Imron, pernah melakukan survei pada beberapa pengguna musik. Hasilnya? Ternyata mereka memang banyak tahu BNG dari acara tersebut.

Sekarang, di samping menjalin kemitraan dengan Indosiar, BNG juga juga bekerja sama dengan stasiun TV lain, seperti TransTV. Bahkan, demi meluaskan pasar, kerja sama dengan SCTV tengah dijajaki. Hal ini perlu dilakukan karena seperti halnya kue yang terus terasa manis, BNG betul-betul mesti aktif di industri ini bila tak ingin kuenya disikat orang.


URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&;id=360
This album is empty
Album was created 3 years 6 months ago
No comments
Hits today: 2
Visitors today: 2

* view album





Profile Toko Musik Melodia
May 21, 2006

19 March 2005 - 03:03

Melodia Musik
Awalnya perusahaan ini hanya sekolah musik bernama Melodia. Sekolah ini didirikan oleh Sorento Winarto – guru piano handal diSurabaya pada tahun 1980. kemudian, dia mengembangkan usahanya sebagai distributor dan pengecer alat-alat musik.

Target pasarnya adalah kalangan menengah atas dengan merek produk yang jarang beredar dipasaran. Positioning produk yang ditawarkan sifatnya eksklusif dan terbatas. Band-band lokal dan papan atas asal surabaya (Dewa&Padi) adalah pelanggan tetapnya.

Tahun 1992, Sorento wafat sehingga bisnisnya dilanjutkan oleh ketiga anakanya. Ditangan ketiga anaknya, Melodia berkembang lebih pesat. Melodia juga masuk ke bisnis rental sound system. Ketiga anak ini berharap Melodia menjadi pemain dibisis distributor, ritel, dan penyewaan alat musik dengan sistem yang terintegritas penuh.

Tidak hanya itu, Melodia juga bakal bermain dibisnis solusi. Alasannya, selama ini seringkali para pelanggan tetapnya meminta saran mereka dalam memilih alat-alat musik yang terbaik demi menghasilkan pemainan dan suara yang terbaik.

Mereka berencana mewujudkan harapan ini dalam lima tahun mendatang. Mereka akan tetap fokus pada bisnis musik, khususnya audio musik instrument and recording equipment yang terintergrasi penuh dengan kualitas produk yang hi-end. Gambaran visi ketiga anak muda ini terlihat pada nama Melodia Musik [MM].

Untuk itu ketiga bersudara ini membagi tugas. Setiawab winarto anak ke2 dari 3 bersaudara ini mengurus bisnis distribusi dan ritel alat musik. Kakaknya mengelola sekolah musik, sementara adiknya bisnis rental sound system dan Setiawan Winarto dipercaya kedua saudaranya sebagai direktur utama yang bertanggung jawab atas operasional harian keseluruhan bisnis MM.

kemudian, dia mengembangkan usahanya sebagai distributor dan pengecer alat-alat musik.

Target pasarnya adalah kalangan menengah atas dengan merek produk yang jarang beredar dipasaran. Positioning produk yang ditawarkan sifatnya eksklusif dan terbatas. Band-band lokal dan papan atas asal surabaya (Dewa&Padi) adalah pelanggan tetapnya.

Tahun 1992, Sorento wafat sehingga bisnisnya dilanjutkan oleh ketiga anakanya. Ditangan ketiga anaknya, Melodia berkembang lebih pesat. Melodia juga masuk ke bisnis rental sound system. Ketiga anak ini berharap Melodia menjadi pemain dibisis distributor, ritel, dan penyewaan alat musik dengan sistem yang terintegritas penuh.

Tidak hanya itu, Melodia juga bakal bermain dibisnis solusi. Alasannya, selama ini seringkali para pelanggan tetapnya meminta saran mereka dalam memilih alat-alat musik yang terbaik demi menghasilkan pemainan dan suara yang terbaik.

Mereka berencana mewujudkan harapan ini dalam lima tahun mendatang. Mereka akan tetap fokus pada bisnis musik, khususnya audio musik instrument and recording equipment yang terintergrasi penuh dengan kualitas produk yang hi-end. Gambaran visi ketiga anak muda ini terlihat pada nama Melodia Musik [MM].

Untuk itu ketiga bersudara ini membagi tugas. Setiawab winarto anak ke2 dari 3 bersaudara ini mengurus bisnis distribusi dan ritel alat musik. Kakaknya mengelola sekolah musik, sementara adiknya bisnis rental sound system dan Setiawan Winarto dipercaya kedua saudaranya sebagai direktur utama yang bertanggung jawab atas operasional harian keseluruhan bisnis MM.
This album is empty
Album was created 3 years 6 months ago
No comments
Hits today: 1
Visitors today: 1

* view album

Album photo



Kabel instrumen yang baik dan konstruksinya
Jun 10, 2006

Sumber : Majalah bulanan AudiPro Edisi 02/th.V/Februari 2004

Kalau mixer bisa diumpamakan sebagai jantung sebuah sistem, maka kabel bisa diibaratkan sebagai urat nadinya. Buruknya kualitas kabel akan menurunkan kulitas audio bagi keseluruhan sistem itu.

Tak ada yang bisa menampik bagaimana pentingnya fungsi perkabelan dalam sebuah sistem audio. Berbagai sound company besar pasti sudah sangat memahami hal tersebut.

Sebuah kabel instrumen yang baik haruslah bisa menampilkan soudstage yang deep dan image yang tinggi, dengan resolusi yang tinggi, detail, timbre yang sangat super, tonal balance natural dan sangat netral. Kabel-kabel ii tidak tonally colored, dan bisa kompatibel dengan banyak sistem aplifier, speaker maupun pre-amp. Kita ketahui banyak desain kabel konvensional mempunyai tampilan yang bagus secara fisik, tapi tidak bertahan lama, karena menggunakan konduktor tipis. Kekurangan umu kabel jenis ini adalah lemahnya image fokus dan resolusinya. Beberapa kabel ini memang men-kombinasikan resolusi tinggi dari informai, transparansi dan image fokus tiga dimensi dengan tonal balans yang netral dan warm.

Konstruksi bagian dalam kabel
Komponen
Disini kita akan mengenal konfigurasi koaksial (co-axial) dan twin axial. Koaksial, konfigurasi ini biasa digunakan untuk kabel instrumen unbalans. Didalamnya terdapat konduktor (penghantar sinyal) tengah atau center conductor. Bertugas membawa sinyal atau arus listrik dari perangkat sumber (source) dan disekat oleh bahan insulasi yang memisahkan konduktor tadi dari bagian lain dalm kabel, yakni shield (perisai). Shield ini sebenarnya juga merupakan konduktor, tetapi berupa konduktor pengembali arus listrik atau sinyal untuk melngkapi arus yang masuk ke sebuah sirkuit.
Ketiga komponen tadi (konduktor, sekat dan shield) dilengkapi dengan dua senjata, berupa sebuah perisai elektrostatis yang berfungsi untuk mengurangi tingkat handling noise. Lalu pelindung luar / outer jacket untuk memproteksi kabel terhadap “dunia luar”, sekaligus digunakan untuk mempercantik tampilan kabel.

Koaksial VS Twin Koaksial
Beda sebuah kabel koaksial dan twin koaksial, koaksial menggunakan sebuah konduktor yang terisolasi di bagian tengahnya untuk membawa voltase sinyal sama seperti yang ada pada shield. Di sini shield terhubung ke kontak “negatif” dari plug di kedua ujungnya, sedangkan konduktor di tengah menghubungkan kontak “negatif”. Karena sinyal audio analog adalah arus bolak-balik (alternate current), maka volatse sinyal positif dan negatif bergonta-ganti di tengah konduktor dan shield.

Sedangkan kabel twin koaksial (twin-ax) punya dua konduktor terisolasi dari voltase sinyal yang dikelilingi oleh sebuah shield yang terpisah. Dalam hal ini, shield ditempelkan ke salah satu ujung kabel dan bertindak sebagai konduktor “negatif”. Shield ini didesain untuk memblokir interfensi yang masuk ke konduktor dengan membawa sinyal audio, sekaligus untuk membawa interfensi (hnya) ke sasis ground dari perangkat yang sedang digunakan. Desain twin-ax umumnya lebih banyak memakan biaya ketimbang koaksial. Khususnya saat proses pembersihan jalur sinyal untuk audio, dan untuk menghindari adanya ground loops.

Hubungan antar bahan-bahan didalam kabel
Geometris
Merujuk kepada hubungan antara konduktor dan lapisan perisai atau pelindungnya (baca:shield). Geometris yang berbeda akan berpengaruh kepada karakteristik elektrikal dan shielding dari sebuah kabel, yang pada akhirnya berpengaruh kepada tmpilan suara. Ada dua pendekatan dalam hal desain yang bisa dilakukan terhadap keseluruhan geometris untuk kabel instrumen, yakni desain co-axial dan twin-axial.
Shield bertanggung jawab membawa setengah dari sinyal audio. Maka mau tak mau, shield ini harus mampu menjaga konduktor kabel dari kemungkinan adanya interfensi ke luar dari jalur sinyal perangkat (seperti amplifier atau console), yakni ke ground.

Geometri konduktor
Dalam sebuah design twin-ax, pola hubungan antar konduktor dan shield akan mempengaruhi karakteristik elektrikal sebuah kabel. Untuk tampilan kabel, karakteristik yang paling relevan berhubungan dengan kedua faktor diatas adalah kapasitansi dan induktansi. Efek dari kapasitansi ini bisa terdengar jelas dalam sebuah kabel instrumen. Kapasitansi ini seringkali diukur dngan satuan Pico farad per kaki dari sebuah kabel. Dari dua konduktor dalam sebuah kabel dipararelkan, kabel ini akan punya induktansi tinggi yang relatif dan kapasitansi rendah, serta lebih bisa mem-pick up interfensi. Konduktor jenis braid cenderung menampilkan kapasitansi tinggi dengan induktansi yang lebih rendah dan rentan terhadap noise.

Shield
Dalam kabel instrumen terletak di bawah jacket bagian luar dn disekitar konduktor sinyal yang biasanya berupa sebuah foil, braid atau kombinasi keduanya. Sebuah shild foil punya daya proteksi yang baik terhadap interfensi frekuensi tinggi, seperti RFI (Radio Frekuensi Interference).
Shield braid dikenal lebih efektif terhadap semua bentuk interference yang kini ada, jika shield ini di-woven dengan densitas yang cukup. Shield ini menggunakan banyak bahan tembaga.
Sebuah shield spiral bisa memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan shield braided, tetapi kurang fleksibel dibandingkan braid. Shild spiral ini bisa membka dan menyediakan sebuah jalur untuk interfensi, jika kabel ini terlalu sering dilenturkan atau lekukkan. Carilah kabel yang memakai sebuah shild braided (atai kombinasi braid dan foil) dengan cakupan densitas minimal sekitar 85%.

Insulation
Punya pengaruh langsung terhadap fleksibilitas sebuah kabel, khusunya untuk pemakaian dan ukuran tebal tipisnya bahan. Sebuah konduktor beinsulas, sebenarnya punya karakter yang tidak ubahnya seperti sebuah konduktor padat. Kian tipis insulation, kian fleksibel kabel tersebut.
Ada kriteria elektrikal untuk ketipisan insulation ini. Dinamakan “Dielectric Strength”, dan tingkatannya ditentukan oleh voltase kerja dari kabel. Voltase yang ada dalm penggunaan kabel instrumen umumnya sangat rendah, sehingga tingkat dielectric strength yang dibutuhkan untuk mencegah agar insulation tidak anjlok sangatlah kecil.
Ada satu faktor yang perlu dipertimbangkan, ketika kabel akan digunakan untuk instrumen seperti gitar elektrik, yakni jumlah kapasitansi antara konduktor tengah (center conductor) dengan shield.
Mengenai bahan insulation, pada intinya ada empat bahan insolator yang kita kenal untuk konduktor dalam sebuah kabel instrumen. Bisa disebutkan disini, sesuai dengan urutan tingkat tampilan dan harga yang lebih tinggi, yakni PVC, polypropylene, polythylene dan teflon. Bahan-bahan ini bisa juga di”foam” atau diinjeksi dengan udara untuk meminimalkan efek buruknya terhadap sinyal, selagi sinyal ini disimpan atau dikeluarkan.
Proses insultasi Thermoplastic dikenal lebih ekoomis, tetapi perlu berhati-hati dalam proses produksinya. Hal ini karena proses pemanasannya tidak boleh kelebihan panas (overheated), khususnya penyolderan saat mengisolasi konduktor.

Bahan konduktor
Tembaga ah (copper) adalah bahan konduktor yang sangat baik, walaupun tidak semua tembaga punya kualitas yang sama seperti bahan konduktor. Copper ini digunakan dalam kabel berkualitas baik, dengan level mulai dari yang bebas oksigen hingga “7N”. Tipe tembaga ini bervariasi dalam tingkat kemurniannya yang kemudian disebut sebagai tingkat prosentase dari copper. Di bagian akhir dari spectrum ini adalah copper “7N” yang berarti “seven nine”, setelah point desimal dalam nilai kemurniannya, yakni murni 99,9999999%.
Sedangkan bahan yang digunakan untuk center conductor bisa saja dibuat dari bahan thermoset, yakni kare, neoprene, dan hypalon. Bisa juga dari bahan yang sifatnya thermoplastic, yakni polyethylene, polypropylene, PVC, dan FPE.
Perak atau silver juga merupakan konduktor yang baik, tetapi pebedaan subjektif di dalam perak yang dibuat oleh pabrikan, seringkali lebih besar dibandingkan dengan perbedaan tembaga. Carilah kabel yang menggunakan sebuah konduktor tembaga OFHC minimum, dan cobalah tiap kabel yang menggunakan konduktor tembaga bersepuh keperakan, sebelum anda membeli.

Desain konduktor
Sumber lain distorsi dalam kabel adalah interaksi yang muncul dari helai-helai (strand) konduktor dalam kabel. Helai-helai ini dibuat demi menambah fleksibilitas dalam kabel. Tetapi tiap helai dalam sebuah ikatan akan membawa sinyal audio yang sama dngan helai di sebelahnya. Akan timbul masalah, arus listrik yang berjlan dlam helai tersebut akan membentuk sebuah medan magnetik., menyebabkan sinyal yang dibawanya berubah. Kian banyak helai yang dimilkiki oleh sebuah konduktor, akan semakin buruk masalah yang timbul.

Kapasitansi
Merupakan faktor yang menarik dalam sebuah kabel. Kapasitansi adalah tingkat kemampuan sebuah beban listrik. Dalam sebuah kabel instrumen, kapasitansi antara center conductor dan shield, dinyatakan dalam satuan per foot (pF / ft). Dimana kian rendah nilainya, maka berindikasi pada kian rendahnya juga kapasitansi. Bila dikombinasikan dengan impedansi sumber, kapasitansi kabel bisa membentuk sebuah low-pass filter antara instrumen dan amplifier, yang bisa memotong high frekuensi yang setingkat dengan cara memotong tone control instrumen.
Dengan melihat bahwa keseluruhan diameter luar dari kabel dibatasi oleh plug yang harus digunakan, kapasitansi kabel benar-benar merupakan refleksi kombiasi antara ukuran konduktor (kekuatan konduktor), bahan insulation (biaya), dan ketipisan insulation (ukuran dan fleksibilitas). Istilah “Dielectric constant” disini sering digunakan untuk melihat kualitas bahan insulation. Tentu ini akhirnya akan menentukan clarity suara.


Kesimpulan
Belum adanya kabel yang benar-benar sempurna / bisa meningkatkan suara dari perangkat kita. Yang ada hanyalah kabel yang bisa menjaga sinyal audio dari hal-hal yang bisa mengurangi